LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN ELIMINASI(BAK)
A. ANATOMI
Pengertian
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem
dimana terjdinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat
yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan
oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dlam air dan
dikeluarkan berupa urin (air kemih).
Susunan Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan terdiri dari: a) dua ginjal
(ren) yang menghasilkan urin, b) dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke
vesika urinaria (kandung kemih), c) satu vesika urinaria (VU), tempat urin
dikumpulkan, dan d) satu urethra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria.
Ginjal (Ren)
Ginjal terletak pada dinding posterior
abdomen di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai
vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit
lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dexter yang besar.
Fungsi ginjal
Fungsi ginjal adalah a) memegang peranan
penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun, b) mempertahankan suasana
keseimbangan cairan, c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari
cairan tubuh, dan d) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein
ureum, kreatinin dan amoniak.
Fascia Renalis terdiri dari:
Fascia renalis terdiri dari a) fascia (fascia
renalis), b) Jaringan lemak peri renal, dan c) kapsula yang sebenarnya (kapsula
fibrosa), meliputi dan melekat dengan erat pada permukaan luar ginjal
Struktur Ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis
yang disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang
berwarna cokelat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna
cokelat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang
disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri
dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk
konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan
nervus.. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi
ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang
masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores.
Struktur halus ginjal terdiri dari banyak
nefron yang merupakan unit fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron
dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari : Glomerulus, tubulus proximal, ansa
henle, tubulus distal dan tubulus urinarius.
Pendarahan
Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis
yang mempunyai percabangan arteria renalis, arteri ini berpasangan kiri dan
kanan. Arteri renalis bercabang menjadi arteria interlobularis kemudian menjadi
arteri akuarta. Arteri interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang
menjadi arteriolae aferen glomerulus yang masuk ke gromerulus. Kapiler darah
yang meninggalkan gromerulus disebut arteriolae eferen gromerulus yang kemudian
menjadi vena renalis masuk ke vena cava inferior.
Persarafan Ginjal
Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis(vasomotor).
Saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal,
saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal.
Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing
bersambung dari ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya ± 25-30 cm, dengan
penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian
lagi terletak pada rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
1. Dinding luar jaringan ikat (jaringan
fibrosa)
2. Lapisan tengah lapisan otot polos
3. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan
gerakan-gerakan peristaltic yang mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih.
Vesika Urinaria (Kandung Kemih)
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung
urin. Organ ini berbentuk seperti buah pir (kendi). letaknya d belakang
simfisis pubis di dalam rongga panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan
mengempis seperti balon karet.
Dinding kandung kemih terdiri dari:
1. Lapisan sebelah luar (peritoneum).
2. Tunika muskularis (lapisan berotot).
3. Tunika submukosa.
4. Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).
Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada
vesika urinaria yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar.
Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2
cm, terdiri dari:
1. Urethra pars Prostatica
2. Urethra pars membranosa ( terdapat
spinchter urethra externa)
3. Urethra pars spongiosa.
Urethra pada wanita panjangnya kira-kira
3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm (Lewis). Sphincter urethra terletak di sebelah atas
vagina (antara clitoris dan vagina) dan urethra disini hanya sebagai saluran
ekskresi.
Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan:
1. Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan
otot polos dari Vesika urinaria. Mengandung jaringan elastis dan otot polos.
Sphincter urethra menjaga agar urethra tetap tertutup.
2. Lapisan submukosa, lapisan longgar
mengandung pembuluh darah dan saraf.
3. Lapisan mukosa.
Urin (Air Kemih)
Sifat fisis air kemih, terdiri dari:
1. Jumlah ekskresi dalam 24 jam ± 1.500 cc
tergantung dari pemasukan (intake) cairan dan faktor lainnya.
2. Warna, bening kuning muda dan bila
dibiarkan akan menjadi keruh.
3. Warna, kuning tergantung dari kepekatan,
diet obat-obatan dan sebagainya.
4. Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan
lama akan berbau amoniak.
5. Berat jenis 1,015-1,020.
6. Reaksi asam, bila lama-lama menjadi
alkalis, juga tergantung dari pada diet (sayur menyebabkan reaksi alkalis dan
protein memberi reaksi asam).
Komposisi air kemih, terdiri dari:
1. Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air.
2. Zat-zat sisa nitrogen dari hasil
metabolisme protein, asam urea, amoniak dan kreatinin.
3. Elektrolit, natrium, kalsium, NH3,
bikarbonat, fospat dan sulfat.
4. Pagmen (bilirubin dan urobilin).
5. Toksin.
6. Hormon.
Mikturisi
Mikturisi ialah proses pengosongan kandung
kemih setelah terisi dengan urin. Mikturisi melibatkan 2 tahap utama, yaitu:
1. Kandung kemih terisi secara progresif
hingga tegangan pada dindingnya meningkat melampaui nilai ambang batas (Hal ini
terjadi bila telah tertimbun 170-230 ml urin), keadaan ini akan mencetuskan
tahap ke 2.
2. adanya refleks saraf (disebut refleks
mikturisi) yang akan mengosongkan kandung kemih.
Pusat saraf miksi berada pada otak dan spinal
cord (tulang belakang) Sebagian besar pengosongan di luar kendali tetapi
pengontrolan dapat di pelajari “latih”. Sistem saraf simpatis : impuls
menghambat Vesika Urinaria dan gerak spinchter interna, sehingga otot detrusor
relax dan spinchter interna konstriksi. Sistem saraf parasimpatis: impuls
menyebabkan otot detrusor berkontriksi, sebaliknya spinchter relaksasi terjadi
MIKTURISI (normal: tidak nyeri).
.
Ciri-Ciri Urin Normal
1. Rata-rata dalam satu hari 1-2 liter, tapi
berbeda-beda sesuai dengan jumlah cairan yang masuk.
2. Warnanya bening oranye tanpa ada endapan.
3. Baunya tajam.
4. Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus
dengan pH rata-rata 6.
B. FISIOLOGI
Proses pembentukan urin
Tahap pembentukan urin
1. Proses Filtrasi ,di glomerulus
terjadi penyerapan darah, yang tersaring
adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung
oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat,
bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal. cairan yang di saring disebut
filtrate gromerulus.
2. Proses Reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali
sebagian besar dari glikosa, sodium, klorida, fospat dan beberapa ion
bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus
proximal. sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan
ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif
(reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.
3. Proses sekresi.
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di
tubulus distal dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar.
C. NILAI
– NILAI NORMAL
Warna
urin
Nilai
normal: kekuningan jernih
Dalam keadaan normal, warna urin pagi (yang diambil sesaat setelah bangun pagi) sedikit lebih gelap dibanding urin di waktu lainnya. Perubahan warna urin dapat terjadi karena beberapa hal.
Hitam: baru mengkonsumsi tablet besi (ferri sulfat), sedang minum obat parkinson (levodopa), methemoglobunuria.
Biru: mengkonsumsi obat antidepresi (amitriptilin), antibiotik saluran kemih (nitrofurantoin), atau karena infeksi Pseudomonas pada saluran kemih.
Coklat: gangguan fungsi ginjal, mengkonsumsi antibiotik (sulfonamid atau metronidazol), dan konsumsi obat parkinson (levodopa).
Kuning gelap (seperti teh): hepatitis fase akut, ikterus obstruktif, kelebihan vitamin B2 / riboflavin, antibiotika (nitrofurantoin dan kuinakrin).
Oranye-merah: dehidrasi sedang, demam, konsumsi antikoagulan oral, trauma ginjal, konsumsi deferoksamin mesilat, rifampisin, sulfasalazin, laksatif (fenolftalein).
Hijau: infeksi bakteri, kelebihan biliverdin, konsumsi vitamin tertentu.
Bening (tidak berwarna sama sekali): terlalu banyak minum, sedang minum obat diuretik, minum alkohol, atau diabetes insipidus.
Seperti susu (disebut juga chyluria): filariasis atau tumor jaringan limfatik.
Dalam keadaan normal, warna urin pagi (yang diambil sesaat setelah bangun pagi) sedikit lebih gelap dibanding urin di waktu lainnya. Perubahan warna urin dapat terjadi karena beberapa hal.
Hitam: baru mengkonsumsi tablet besi (ferri sulfat), sedang minum obat parkinson (levodopa), methemoglobunuria.
Biru: mengkonsumsi obat antidepresi (amitriptilin), antibiotik saluran kemih (nitrofurantoin), atau karena infeksi Pseudomonas pada saluran kemih.
Coklat: gangguan fungsi ginjal, mengkonsumsi antibiotik (sulfonamid atau metronidazol), dan konsumsi obat parkinson (levodopa).
Kuning gelap (seperti teh): hepatitis fase akut, ikterus obstruktif, kelebihan vitamin B2 / riboflavin, antibiotika (nitrofurantoin dan kuinakrin).
Oranye-merah: dehidrasi sedang, demam, konsumsi antikoagulan oral, trauma ginjal, konsumsi deferoksamin mesilat, rifampisin, sulfasalazin, laksatif (fenolftalein).
Hijau: infeksi bakteri, kelebihan biliverdin, konsumsi vitamin tertentu.
Bening (tidak berwarna sama sekali): terlalu banyak minum, sedang minum obat diuretik, minum alkohol, atau diabetes insipidus.
Seperti susu (disebut juga chyluria): filariasis atau tumor jaringan limfatik.
Berat
jenis
Nilai normal: 1.003 s/d 1.030 g/mL
Nilai ini dipengaruhi sejumlah variasi, antara lain umur. Berat jenis urin dewasa berkisar pada 1.016-1.022, neonatus (bayi baru lahir) berkisar pada 1.012, dan bayi antara 1.002 sampai 1.006.
Urin pagi memiliki berat jenis lebih tinggi daripada urin di waktu lain, yaitu sekitar 1.026.
Abnormalitas:
Berat jenis urin yang lebih dari normal menunjukkan gangguan fungsi ginjal, infeksi saluran kemih, kelebihan hormon antidiuretik, demam, diabetes melitus, diare / dehidrasi.
Berat jenis urin yang kurang dari normal menunjukkan gangguan fungsi ginjal berat, diabetes insipidus, atau konsumsi antibiotika (aminoglikosida).
Nilai normal: 1.003 s/d 1.030 g/mL
Nilai ini dipengaruhi sejumlah variasi, antara lain umur. Berat jenis urin dewasa berkisar pada 1.016-1.022, neonatus (bayi baru lahir) berkisar pada 1.012, dan bayi antara 1.002 sampai 1.006.
Urin pagi memiliki berat jenis lebih tinggi daripada urin di waktu lain, yaitu sekitar 1.026.
Abnormalitas:
Berat jenis urin yang lebih dari normal menunjukkan gangguan fungsi ginjal, infeksi saluran kemih, kelebihan hormon antidiuretik, demam, diabetes melitus, diare / dehidrasi.
Berat jenis urin yang kurang dari normal menunjukkan gangguan fungsi ginjal berat, diabetes insipidus, atau konsumsi antibiotika (aminoglikosida).
pH
Nilai normal: 5.0-6.0 (urin pagi), 4.5-8.0 (urin sewaktu)
pH lebih basa: habis muntah-muntah, infeksi atau batu saluran kemih, dan penurunan fungsi ginjal. Dari faktor obat-obatan: natrium bikarbonat, dan amfoterisin B.
pH lebih asam: diet tinggi protein atau diet tanpa kalori, diabetes melitus, asidosis tuberkulosis ginjal, dan fenilketonuria. Dari faktor obat-obatan: diazoksid dan vitamin C.
Nilai normal: 5.0-6.0 (urin pagi), 4.5-8.0 (urin sewaktu)
pH lebih basa: habis muntah-muntah, infeksi atau batu saluran kemih, dan penurunan fungsi ginjal. Dari faktor obat-obatan: natrium bikarbonat, dan amfoterisin B.
pH lebih asam: diet tinggi protein atau diet tanpa kalori, diabetes melitus, asidosis tuberkulosis ginjal, dan fenilketonuria. Dari faktor obat-obatan: diazoksid dan vitamin C.
Glukosa
Nilai normal: negatif
Di Indonesia, glukosa urin biasanya diuji secara semikuantitatif dengan uji reduktor (Benedict).
Nilai normal: negatif
Di Indonesia, glukosa urin biasanya diuji secara semikuantitatif dengan uji reduktor (Benedict).
Pemeriksaan
Benedict ini sebenarnya ditujukan untuk mendeteksi adanya glukosa, asam
homogentisat, dan substansi reduktor lainnya (misalnya vitamin C) dalam urin;
sesuai dengan mekanisme reaksi yaitu reduksi tembaga sulfat. Asam homogentisat
bisa ada dalam urin dalam jumlah besar pada individu dengan gangguan
metabolisme asam amino alkohol (fenilalanin dan tirosin). Karena faktor ini pemeriksaan
glukosuria di negara maju telah diganti dengan Clinistix.
Glukosa urin positif tidak selalu berarti diabetes melitus, walaupun memang penyakit ini yang paling sering memberi hasil positif pada uji glukosa urin. Makna lain yang mungkin:
-Penyakit ginjal (glomerulonefritis, nefritis tubular, sindroma Fanconi).
-Penyakit hepar dan keracunan logam berat.
-Faktor farmakologis (indometasin, isoniazid, asam nikotinat, diuretik tiazid, karbamazepin).
-Nutrisi parenteral total yang berlebihan (hiperalimentasi) dengan infus glukosa.
Glukosa urin positif tidak selalu berarti diabetes melitus, walaupun memang penyakit ini yang paling sering memberi hasil positif pada uji glukosa urin. Makna lain yang mungkin:
-Penyakit ginjal (glomerulonefritis, nefritis tubular, sindroma Fanconi).
-Penyakit hepar dan keracunan logam berat.
-Faktor farmakologis (indometasin, isoniazid, asam nikotinat, diuretik tiazid, karbamazepin).
-Nutrisi parenteral total yang berlebihan (hiperalimentasi) dengan infus glukosa.
Protein
Nilai normal: negatif (uji semikuantitatif), 0.03-0.15 mg/24 jam (uji kuantitatif)
Protein dapat diuji dengan asam sulfosalisilat 20%, asam sulfat 6%, atau dengan reagen strip. Pemeriksaan dengan reagen strip lebih banyak digunakan saat ini. Untuk anak-anak di bawah 10 tahun nilai kuantitatif normal protein dalam urin sedikit lebih rendah daripada dewasa, yaitu <100>
Nilai normal: negatif (uji semikuantitatif), 0.03-0.15 mg/24 jam (uji kuantitatif)
Protein dapat diuji dengan asam sulfosalisilat 20%, asam sulfat 6%, atau dengan reagen strip. Pemeriksaan dengan reagen strip lebih banyak digunakan saat ini. Untuk anak-anak di bawah 10 tahun nilai kuantitatif normal protein dalam urin sedikit lebih rendah daripada dewasa, yaitu <100>
Hasil
abnormal (positif) dalam uji proteinuria dapat berarti:
Masalah
nonginjal (gagal jantung kongestif, asites, infeksi bakteri, keracunan).
Keganasan
(leukemia dan keganasan tulang yang bermetastasis).
Proteinuria
sementara (pada dehidrasi, diet tinggi protein, stres, demam, post-pendarahan).
Penyakit ginjal (lupus, infeksi saluran kemih, nekrosis tubular ginjal).
Pada
anak-anak sering karena sindroma nefrotik atau penyakit bawaan (ginjal
polikistik). Faktor farmakologis (amfoterisin B, semua aminoglikosida,
fenilbutazon, sulfonamid).
Keton
Nilai
normal: negatif
Uji
ketonuria dimaksudkan untuk mendeteksi adanya produk sampingan penguraian
karbohidrat dalam urin. Ketonuria dulu diperiksa dengan metode Rothera, dan
sekarang digunakan dipstik. Hasil positif dapat ditemukan pada ketoasidosis
diabetik, alkoholisme, diet tinggi lemak, penyakit glikogen, dan konsumsi
obat-obatan tertentu (levodopa dan obat-obat anestetik).
Urobilinogen
Nilai
normal: 0.1-1 Ehrlich U/dL (dipstik), atau positif s/d pengenceran 1/20
(Wallace-Diamond) Urobilinogen klasik diperiksa dengan uji pengenceran
Wallace-Diamond. Cara ini sudah banyak digantikan oleh uji dipstik modern yang
bersifat kualitatif.
Urobilinogenuria
dapat disebabkan oleh
Penyakit
hepar dan empedu (hepatitis akut, sirosis, kolangitis)
Infeksi
tertentu (malaria, mononukleosis)
Polisitemia
vera ataupun anemia
Keracunan
timah hitam
Tidak
ada urobilinogen sama sekali dalam urin bermakna ada obstruksi komplit pada
saluran empedu (kolelitiasis atau karsinoma pankreas). Dari faktor
farmakologis: kloramfenikol dan vitamin C menyebabkan urobilinogen urin
berkurang.
Bilirubin
Nilai
normal: negatif, maksimal 0.34 μmol/L. Bilirubinuria dapat disebabkan oleh:
Penyakit
hepar (sirosis, hepatitis alkoholik), termasuk efek hepatotoksisitas.
Infeksi
atau sepsis.
Keganasan
(terutama hepatoma dan karsinoma saluran empedu).
Nitrit
Nilai
normal: negatif (kurang dari 0.1 mg/dL, atau kurang dari 100.000
mikroorganisme/mL) Nitrit urin digunakan untuk skrining infeksi saluran kemih.
Eritrosit
Nilai
normal: 0-3 sel per lapang pandang besar Eritrosit dalam urin yang berlebihan
(mikrohematuria) dapat ditemukan pada urin wanita menstruasi dan perlukaan pada
saluran kemih; baik oleh batu, infeksi, faktor trauma, maupun karena kebocoran
glomerulus.
Leukosit
Nilai
normal: 2-4 sel per lapang pandang besar Leukosit yang berlebihan dalam urin
(piuria) biasanya menandakan adanya infeksi saluran kemih atau kondisi
inflamasi lainnya, misalnya penolakan transplantasi ginjal. Sel epitel Nilai
normal: sekitar 10 sel per lapang pandang besar, berbentuk skuamosa. Sel epitel
yang lebih daripada jumlah normal berkaitan dengan infeksi saluran kemih dan
glomerulonefritis. Sedangkan bentuk sel epitel abnormal dikaitkan dengan
keganasan setempat.
Cast
/ inklusi
Nilai
normal: ditemukan cast hialin dalam jumlah sedang, tanpa adanya inklusi. Cast
merupakan kumpulan sel-sel yang dikelilingi suatu membran. Biasanya cast selain
hialin (misalnya cast eritrosit atau cast leukosit) menunjukkan kerusakan pada
glomerulus (glomerulonefritis kronik). Inklusi sitomegalik menunjukkan infeksi
sitomegalovirus (CMV) atau campak.
Kristal
Nilai
normal: ditemukan kristal dalam jumlah kecil Kristal yang ditemukan dalam urin
tergantung pada pH urin yang diperiksa. Pada urin asam dapat ditemukan kristal
asam urat. Pada urin netral ditemukan kristal kalsium oksalat. Pada urin basa
mungkin terlihat kristal kalsium karbonat dan kalsium fosfat. Ada juga sejumlah
kristal yang dalam keadaan normal tidak ada; antara lain kristal tirosin,
sistin, kolesterol, dan bilirubin.
Bakteri,
jamur, dan parasit
Nilai
normal bakteri: negatif. Kecuali untuk urin midstream: <>
Nilai
normal jamur dan parasit: negatif Bakteri yang dapat menimbulkan infeksi
saluran kemih mungkin ditemukan dalam urinalisa, antara lain E.coli, Proteus
vulgaris, Neisseria gonorrhoea dan Pseudomonas aeruginosa. Sedangkan parasit
yang mungkin ditemukan dalam urin adalah Schistosoma haematobium dan
mikrofilaria spesies tertentu.
D. PROSES
KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Penkajian keperawatan tentang fungsi Vesika
Urinaria Klien harus mencakup data yang di kumpulkan dari sumber – sumber
berikut :
a. Riwayat
keperawatan fungsi Vesika Urinaria
Klien dan Vesika Urinaria saat ini,
kerusakan fungsi pencernaan dan perkemihan pada masa lalu, serta tindakan Klien
yang digunakan untukmengoptimalkan kebutuhan eliminasi
b. Pemeriksaan
fisik status Vesika Urinaria Klien,
termasuk inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
c. Peninjauan
kembali hasil pemeriksaan hasil laboratorium dan hasil pemeriksaan diagnostik,
termasuk Berat jenis, PH urin, Glukosa urin, Protein Urin.
2. Diagnosa
keperawatan
Klien yang mengalami perubahan tingkat kebutuhan eliminasi dapat
memiliki diagnosa keperawatan yang awalnya dari Vesika Urinaria. Setiap diagnosa keperawatan harus di dasarkan pada
batasan karakteristik dan melibatkan etiologi terkait, misalnya :
a. Kelancaran
jalan perkemihan terganggu.
b. Nyeri
akut
c. Gangguan
Vesika Urinaria
d. dll
3. Intervensi
keperawatan
Klien yang mengalami kerusakan eliminasi membutuhkan rencara asuhan
keperawatan yang di tujukan untuk memenuhi kebutuhan eliminasi aktual dan
potensial Klien. Sasaran individual berasal dari kebutuhan yang berpusat pada
Klien. Perawat mengidentifikasi hasil akhir khusus dari asuhan keperawatan yang
diberikan. Rencara tersebut meliputi satu atau lebih sasaran yang berpusat pada
Klien berikut ini :
Diagnosa : Kelancaran jalan perkemihan terganggu
a. Klien
mengeuarkan urine melalui pemasangan alat bantu(kateter)
b. Klien
berlatih mengeluarkan urin secara normal
Diagnosa : nyeri akut pada Klien mencapai
peningkatan toleransi aktivitas.
E. DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar